Pada abad ke-18 dan awal abad ke-19, dunia kedokteran di Inggris menghadapi tantangan besar: kurangnya akses ke tubuh manusia untuk keperluan diseksi dan pembelajaran anatomi. Di saat itu, ilmu kedokteran baru mulai berkembang pesat, namun dokter dan ilmuwan di Inggris kekurangan cadangan tubuh yang diperlukan untuk memahami struktur dan fungsi tubuh manusia. Untuk mengatasi kekurangan ini, praktik perdagangan mayat mulai berkembang, yang memunculkan kisah kelam namun penting dalam sejarah medis: perdagangan mayat.
Latar Belakang: Kekurangan Tubuh untuk Diseksi
Pada masa itu, tubuh manusia sangat diperlukan untuk memajukan ilmu anatomi. Namun, di Inggris, undang-undang yang ada sangat membatasi siapa yang dapat memperoleh tubuh manusia untuk keperluan pendidikan medis. Hukum yang berlaku hanya memungkinkan dokter dan ilmuwan untuk mendalami tubuh orang yang telah dihukum mati atau mayat yang tidak ada yang mengklaimnya, seperti orang miskin atau tunawisma.
Namun, jumlah eksekusi hukuman mati yang rendah dan sedikitnya orang yang mati dalam keadaan tidak dikenal membuat para dokter menghadapi kesulitan besar. Alhasil, untuk mengisi kebutuhan akan mayat untuk diseksi, muncul praktik ilegal yang dikenal dengan nama “body-snatching” atau pencurian mayat.
Perdagangan Mayat dan Body-Snatching
Praktik body-snatching mulai muncul pada akhir abad ke-18, ketika sejumlah individu, yang dikenal dengan sebutan “body-snatchers,” mulai menggali kuburan dan mencuri mayat untuk dijual kepada sekolah-sekolah kedokteran dan rumah sakit. Di kota-kota besar seperti London, mereka mengincar kuburan orang miskin, yang tubuhnya kurang diawasi dan tidak memiliki kerabat yang akan melawan. Sebagian dari mereka bekerja dengan dokter atau ilmuwan yang membutuhkan mayat segar untuk studi anatomi.
Namun, masalah utama muncul ketika permintaan akan tubuh manusia meningkat, sementara pembatasan hukum semakin ketat. Penjual mayat seringkali terpaksa melakukan tindakan yang semakin kejam dan keji untuk mendapatkan mayat. Mereka menggali kuburan, mencuri tubuh, dan kemudian menjualnya kepada rumah sakit atau universitas medis dengan harga tinggi.
Skandal Burke dan Hare
Salah satu kisah paling terkenal dalam perdagangan mayat adalah skandal Burke dan Hare yang mengguncang Inggris pada awal abad ke-19. William Burke dan William Hare adalah dua pria asal Skotlandia yang berhasil menjual mayat kepada dokter di Edinburgh untuk tujuan diseksi. Namun, alih-alih mencuri mayat dari kuburan, mereka mulai membunuh orang-orang yang hidup untuk mendapatkan tubuh yang lebih segar dan lebih mudah dijual.
Pada tahun 1828, Burke dan Hare mulai membunuh orang-orang yang mereka temui di jalanan, terutama orang yang tinggal di rumah sewaan mereka. Mereka menjerat korban mereka, lalu membunuh dan menjual mayat mereka kepada Dr. Robert Knox, seorang profesor anatomi yang sangat terkenal di Edinburgh. Burke dan Hare menghasilkan uang yang cukup banyak dari penjualan tubuh-tubuh tersebut.
Akhirnya, setelah mereka membunuh lebih dari 16 orang, keduanya akhirnya tertangkap. Burke dihukum mati dan dieksekusi dengan digantung, sementara Hare berhasil melarikan diri. Kasus ini mengejutkan publik, dan masyarakat mulai menyadari dampak dari perdagangan mayat ini. Sebagai akibatnya, undang-undang baru yang lebih ketat mulai diberlakukan di Inggris untuk mencegah terjadinya pencurian mayat dan pembunuhan demi keuntungan.
Undang-Undang dan Perubahan di Dunia Kedokteran
Skandal Burke dan Hare membawa perhatian besar pada perlunya perubahan hukum terkait dengan penggunaan tubuh manusia untuk tujuan medis. Pada tahun 1832, pemerintah Inggris mengesahkan Anatomy Act, sebuah undang-undang yang memungkinkan tubuh orang yang telah meninggal tanpa ada kerabat yang mengklaimnya untuk digunakan dalam penelitian medis. Undang-undang ini juga memberikan izin kepada rumah sakit dan universitas untuk memperoleh tubuh dari lembaga pemakaman yang sah.
Undang-Undang Anatomi ini bertujuan untuk menghentikan pencurian mayat dan mengatur pengumpulan tubuh yang sah dengan cara yang lebih terorganisir. Dengan perubahan ini, dunia kedokteran di Inggris mulai berkembang dengan lebih banyak akses terhadap tubuh manusia yang sah untuk tujuan pendidikan medis, tanpa harus melibatkan praktek ilegal atau tidak etis.
Dampak Perdagangan Mayat terhadap Ilmu Kedokteran
Perdagangan mayat, meskipun dilakukan dengan cara yang tidak etis, memberikan dampak yang sangat besar terhadap perkembangan ilmu kedokteran. Diseksi tubuh manusia memungkinkan para ilmuwan untuk mempelajari anatomi manusia secara langsung, yang mempercepat pemahaman tentang struktur tubuh dan sistem tubuh yang sangat kompleks. Banyak penemuan penting dalam bidang kedokteran, seperti pemahaman tentang sistem saraf, peredaran darah, dan otot, dicapai berkat diseksi tubuh manusia.
Selain itu, praktik ini memperkenalkan pentingnya etika dalam penelitian medis dan perlunya perlindungan terhadap hak-hak individu, yang kemudian menjadi dasar bagi pembentukan regulasi etis dalam penelitian medis hingga saat ini.
Warisan dan Pembelajaran
Meski perdagangan mayat merupakan bab yang kelam dalam sejarah kedokteran, peristiwa tersebut membawa pelajaran penting bagi dunia medis. Hal ini menyoroti pentingnya akses yang sah dan manusiawi terhadap bahan untuk penelitian ilmiah, serta perlunya regulasi yang jelas agar ilmu pengetahuan dapat berkembang dengan cara yang etis dan menghargai martabat manusia.
Kisah tentang perdagangan mayat ini juga mengingatkan kita tentang sejarah panjang perjuangan antara moralitas dan kebutuhan untuk kemajuan ilmu pengetahuan. Ini adalah bagian dari perjalanan panjang yang membawa ilmu kedokteran ke tempatnya saat ini, di mana penelitian medis dan etika berjalan berdampingan untuk menciptakan kemajuan yang bermanfaat bagi umat manusia.
Perdagangan mayat di Inggris, meskipun berawal dari kebutuhan yang sah dalam ilmu kedokteran, menjadi salah satu contoh kelam dalam sejarah. Namun, dari situ muncul perubahan besar dalam hukum dan regulasi medis yang memastikan ilmu kedokteran dapat berkembang dengan cara yang lebih etis. Kisah ini tidak hanya menjadi bagian dari sejarah, tetapi juga menjadi pelajaran tentang bagaimana ilmu pengetahuan harus dikendalikan dengan rasa hormat terhadap kemanusiaan.